Anggi & Yasir (Bagian 1)

MUKADIMAH: Niatan untuk mengabadikan kisah Anggi dan Yasir sebetulnya tak sengaja muncul. Semua berawal dari saat saya pertama mempublikasikan soal proyek #rasabermula di media sosial. Yasir, yang rupanya senang akan sastra, menghubungi saya untuk menawarkan diri menjadi kontributor. Lantaran konsep #rasabermula yang mana tidak ada kontributor luar, terpaksa tawaran itu saya tolak. Namun saya gantikan dengan ajakan untuk menjadi narasumber kedua. Awalnya beliau menolak karena malu, tapi rupanya setelah berdiskusi dengan sang istri mereka pun setuju. Dan inilah hasilnya.  

SENGAJA

“Yasir duduk di belakang gue persis waktu upacara penerimaan mahasiswa baru ITB. Dia FITB, gue FSRD. Kayaknya dia udah sengaja ngincer deh.”, memori Anggi kembali ke tahun 2009. Di momen itulah mereka berdua pertama bertemu. Yasir pun membuka kartu, “Gue curang waktu itu. Jadi gue punya temen anak FSRD yang namanya Ayu, dan kebetulan dia duduk di sebelah Anggi pas upacara.”. Tambahnya, “Pas gue curi-curi pandang sama Anggi ternyata lucu, jadilah gue minta tolong dikenalin.”. Jadilah Ayu sebagai perantara perkenalan mereka berdua.

Anggi mengaku lupa seperti apa momen saat ia berkenalan dengan Yasir. “Nggak inget sama sekali. Gue cuma inget ada cowok yang duduk di belakang gue dan kenal sama Ayu.”, bilangnya. Kalau menurut Yasir, perkenalan mereka terjadi di Kubus (red: monumen di depan kampus ITB). Saking lupanya, Anggi pun memilih percaya saja pada cerita sang suami. “Dari cerita dia sih begitu. Cuma bisa jadi pura-pura. Tapi ya udah lah, udah nikah ini.”, kata Anggi.

NORAK

Cerita awal masa pendekatan mereka sebetulnya miris. Bila dipandang dari kacamata Yasir.

Processed with VSCO with p4 preset
“Gue waktu itu katro pisan..”

Pasca berkenalan di awal masuk kuliah, Yasir pun memutuskan untuk mengejar cinta Anggi. Masalah utama buat Yasir, “Gue waktu itu katro pisan, karena gue baru keluar dari sekolah asrama pas SMA.”. Saking “katro”-nya, sampai-sampai ia ditolak mentah-mentah oleh Anggi karena dianggap norak. “Dulu gue tolak memang bukan karena fisiknya, tapi karena norak banget ngedeketinnya.”, ungkap Anggi. Ia pun mencontohkan bagaimana awalnya Yasir mencoba memulai obrolan dengannya via BBM. Continue reading “Anggi & Yasir (Bagian 1)”

Sheila & Bayu (Bagian 2 – Habis)

SEBELUMNYA: Setelah lulus, Sheila kemudian diterima untuk bekerja di sebuah perusahaan di Jakarta. Mestinya jarak sudah bukan jadi jurang pemisah lagi. Tapi rupanya hubungan jarak jauh mereka masih belum berakhir.

PERUBAHAN RENCANA

Saat itu akhir tahun 2014. Atas beberapa pertimbangan, Bayu memutuskan untuk resign dari pekerjaannya dan memilih untuk melanjutkan studi. Ia kemudian kembali ke Bandung untuk mulai mempersiapkan diri demi mengejar impiannya tersebut, salah satunya fokus mengejar beasiswa. Dimulailah kembali sebuah hubungan jarak jauh, di antara kota yang sama namun dengan posisi yang terbalik.

Keputusan untuk melanjutkan studi tentu berdampak pada banyak hal dalam hubungan mereka, namun yang paling utama adalah soal rencana menikah. Sebagai pasangan yang sudah sama-sama yakin, tentu pernikahan sudah masuk sebagai sebuah rencana besar yang ingin diwujudkan. “Sebenernya dulu udah ada rencana, tapi masih ngawang. Kalo seperti ini kita berlanjut, mau kapan sih? Waktu itu rencananya saat usia kami 26 dan 25.”, ujar Bayu. Lanjutnya, “Tapi kemudian karena ada rencana studi, sudah ketauan juga bakal ada jeda setahun. Jadi dulu rencana dibawa ke tahap seriusnya sepulang dari studi.”. Di titik ini Bayu sempat mengalami kebingungan untuk melakukan penyusunan ulang rencana. Beruntunglah ia mendapatkan petunjuk lewat orangtuanya.

“Ibu saya menanyakan kenapa saya tidak menikah lebih dulu? Saat itu pertimbangan saya masih banyak, seperti belum mapan, ekonomi belum stabil.”, ungkap Bayu. Sebuah kegelisahan yang wajar dirasakan oleh manusia yang baru memasuki masa dewasa. “Tapi kemudian prinsipnya dibalikin sama orangtua. Menikahlah, maka akan dimapankan dan distabilkan ekonominya.”, tuturnya melanjutkan. Dan pada momen itulah, Bayu kembali yakin akan kemampuan dirinya.

“Saat itu saya berpikir bukan ke depan, tapi untuk saat ini. Masa depan tidak akan pernah tersentuh dengan diri kita yang sekarang. Saya menanyakan ke diri saya yang sekarang dan merasa sanggup secara mental untuk menikahi Sheila. Saya tidak ingin terlalu lama LDR dengan status yang masih gantung.”, kata Bayu. Tambahnya, “Saya ingin tumbuh dan berkembang bersama dari kondisi yang belum mapan, sehingga kita bisa menghargai satu sama lain. Menikah dan kemudian tumbuh bersama pasti berbeda dengan menikah dalam keadaan sudah mapan. Justru seperti itu malah si calon tidak melihat bagaimana perjuangannya hingga menjadi mapan, namun kalo mapan bersama kita akan saling tahu dan saling menopang.”. Dari sana muncullah sebuah nazar untuk menikahi sang kekasih bila ia berhasil mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi. Continue reading “Sheila & Bayu (Bagian 2 – Habis)”

Sheila & Bayu (Bagian 1)

MUKADIMAH: Jakarta sedang cukup bersahabat hari itu. Cuaca cerah, jalanan pun tak macet berlebihan. Bak sengaja memberi kesempatan bagi saya untuk bisa segera bersua dengan Bayu, sobat saya sedari masa kuliah di ITB. Sudah cukup lama kami tak bertemu, lantaran setahun belakangan ia merantau ke Inggris untuk melanjutkan studi. Saat mendengar kabar bahwa ia baru saja pulang ke Indonesia, diputuskanlah agar kami bisa bertemu dan bertukar kabar. Sengaja saya minta dia untuk mengajak pula Sheila, istrinya, agar bisa turut serta untuk berbagi cerita. Saya akan jadikan kisah mereka sebagai tanda resmi mulainya proyek #rasabermula, pun sebagai hadiah kepulangan bagi sang sahabat.

BASKET

“Saya baru ngeh waktu Sheila ikutan basket himpunan. Mulai merhatiin karena baru tahu Sheila lumayan jago basketnya.”, kata Bayu membuka ceritanya sore itu. Kuliah di jurusan yang sama, namun beda angkatan, membikin pertemuan mereka hanya banyak terjadi di klub basket himpunan. Sheila sendiri mengaku kalau awalnya mengenal Bayu karena sosoknya yang terlihat cukup menonjol sebagai aktivis kampus. “Sempat juga menaruh sedikit  perhatian karena Bayu dianggap sebagai salah satu senior favorit semasa OSPEK. Tapi baru ada perhatian khusus saat pernah ada kelas bareng di satu mata kuliah gara-gara kelasnya digabung.”, ujar Sheila sambil tersenyum.

Yang namanya perasaan memang tak bisa dibohongi. Lama-kelamaan ada sesuatu yang mulai menghinggapi hati Bayu. Saat itu sedang masanya kegiatan wisuda di kampus. “Di situ saya bisa melihat sisi lainnya Sheila dan karenanya mulai jadi penasaran.”, ungkap Bayu. Upaya membuka jalan komunikasi pun mulai dilancarkan, iseng-iseng ia coba meng-SMS Sheila. Apa dinyana, responnya tak semulus yang dikira. “Awalnya Sheila nggak ngeh karena yang namanya Bayu di himpunan ada banyak, jadi harus dijelasin dulu. Terus coba ngajak jalan berapa kali tapi Sheila nggak bisa terus karena lagi sibuk di unit.”, kata Bayu sambil mengaku bahwa ia sempat merasa putus asa karena usahanya mengajak Sheila tak kunjung berhasil. Putus asa itu pun berakhir keputusan untuk sedikit menjaga jarak dari sang target. Walaupun ia juga mengaku masih menunggu momen yang tepat untuk kembali melancarkan pergerakan.

KEMAH KERJA

“Bayu itu terhitung pasif. Kadang ada kabarnya kadang hilang.”, cerita Sheila saat mengenang awal-awal masa pendekatan. Ada saat dimana ia merasa sebaiknya Bayu dibiarkan saja berlalu, tapi batal karena yang ditunggu muncul kembali. Momen perubahan sikap dirasakan Sheila saat ia harus mengikuti kegiatan Kemah Kerja yang mengharuskannya untuk tinggal di daerah tanpa sinyal, yang otomatis membuat komunikasi bisa terputus sama sekali selama dua minggu. Sheila mulai merasakan ada yang berbeda dari Bayu. “Baru mulai ngerasa Bayu benar-benar melakukan pendekatan intens itu setelah Kemah Kerja selesai. Kerasa banget ada pergerakan tiba-tiba.”. Continue reading “Sheila & Bayu (Bagian 1)”